Sabtu, 03 Desember 2011

Hukum Kewarganegaraan

Salah satu agenda penting reformasi adalah amandemen konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian dilakukan melalui empat tahap. Perubahan- perubahan itu terlihat didalam hal mengenai warga Negara dan hak asasi manusia. Atas dasar itulah perlu adanya perombakan didalam undang-undang kewarganegaraan Indonesia yang pada akhirnya menghasilkan undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. Terdapat banyak perbedaan dengan peraturan tentang kewarganegaraan Indonesia sebelumnya. Hal ini terkait dengan semakin lengkapnya perlindungan hak asasi manusia didalam UUD 1945 yang oleh karenanya dalam politik hukum kewarganegaraan perlu adanya penyesuaian antara undang-undang kewarganegaraan dengan UUD 1945 yang baru. Perbedaan-perbedaan itu dapat terlihat pada prinsip-prinsip yang digunakan. Dalam politik hukum kewarganegaraan saat ini melakukan perubahan yang revolusioner yang berusaha menghilangkan segala bentuk diskriminasi. Oleh karena ini terjadi perubahan terhadap system kekerabatan yang sebelumnya bersifat patrilineal menjadi ke parental sehingga dengan ini dimungkinkannya terjadinya kewarganegaraan ganda. Kewarganegaraan ganda yang semula tidak diperkenankan dalam politik hukum kewarganegaraan Indonesia karena menganut asas kewarganegaraan tunggal mulai diperlunak dengan diberlakukannya asas kewarganegaraan ganda terbatas yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap anak.

A. ASAS HUKUM KEWARGANEGARAAN
Warga Negara merupakan salah satu hal yang bersifat prinsipal dalam kehidupan bernegara. Tidaklah mungkin suatu Negara dapat berdiri tanpa adanya warga Negara. Setiap Negara mempunyai hak untuk menentukan siapa saja yang dapat menjadi warga negaranya, dalam hal ini setiap Negara berdaulat, hampir tidak ada pembatasan. Namun demikian, suatu Negara harus tetap menghormati prinsip-prinsip umum hukum internasional[1]. Atas dasar inilah diperlukan adanya pengaturan mengenai kewarganegaraan.
Dalam pengaturan mengenai kewarganegaraan itu terdapat beberapa asas-asas yang mendasari hukum kewarganegaraan. Asas kewarganegaraan itu merupakan perdoman dasar bagi suatu Negara untuk menentukan siapakah yang menjadi warga negaranya. Asas kewarganegaraan dapat dilihat dari dua segi yaitu dari segi kelahiran dan segi perkawinan. Dari segi kelahiran terbagi lagi menjadi dua asas yaitu ius soli dan ius sanguinis, sedangkan dari segi perkawinan terbagi lagi menjadi dua asas yaitu asas persamaan derajat dan asas kesatuan hukum.

1. Segi Kelahiran
Pada umumnya penentuan kewarganegaraan dilihat dari segi kelahiran seseorang. Seperti yang disebut diatas,ada dua macam asas kewarganegaran berdasarkan kelahiran, yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah ini berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil, atau pedoman. Sedangkan soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah. Dengan demikian, ius soli berarti pedoman yang berdasarkan tempat atau daerah. Dalam kaitan dengan asas kewarganegaraan ini, ius soli berarti kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Sementara itu sanguinis berasal dari kata sanguisyang berarti darah. Dengan demikian, ius sanguinis berarti pedoman yang berdasarkan darah atau keturunan. Dalam kaitannya dengan asas kewarganegaraan ini, ius sanguinisberarti kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunannya atau orangtuanya[2].
Dalam praktik setiap Negara pada umumnya penggunaan asas ini dipergunakan secara simultan. Bedanya, ada Negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius sanguinis, dengan ius soli sebagai kekecualian. Sebaliknya, adapula Negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius soli, dengan ius sanguinis sebagai kekecualian. Penggunaan kedua asas ini secara simultan mempunyai tujuan agar status apatride atau tanpa kewarganegaraan (stateless) dapat terhindari[3]. Sebaliknya, karena pelbagai Negara menganut asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran yang berbeda-beda, dapat menimbulkan masalahbipatride atau dwi-kewarganegaraan bahkan multipatride. Contoh terjadinya bipatride karena asas berdasarkan kelahiran sebagai berikut, Negara A menganut asas ius sanguinis, sedangkan Negara B menganut asas ius soli. Maka setiap orang yang lahir di Negara B dari orangtua yang berkewarganegaraan A, akan mempunyai status baik sebagai warganegara B maupun warganegara A. ia memperoleh status warganegara A, karena ia keturunan warga Negara A. ia pun memperoleh status warga Negara B, karena ia lahir dinegara B.

2. Segi Perkawinan
Disamping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga mengenal dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang.
Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat suami-istri ataupun ikatan dalam keluarga. Keluarga merupakan inti masyarakat. Masyarakat akan sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga yang sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat suatu keluarga ataupun suami- istri yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Perlu adanya suatu kesatuan yang bulat. Guna mendukung terciptanya kesatuan dalam keluarga, para anggota keluarga harus tunduk pada hukum yang sama[4]. Kesatuan hukum yang sama ini mempermudah dalam permasalahan-permasalahan hukum seperti keperdataan, yaitu pengaturan harta kekayaan,status anak, dan lain-lain. Dengan kata lain, hal ini akan sangat mendukung terciptanya keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga.
Selain asas ini adapula asas persamaan derajat yaitu bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan berubahnya status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik pihak suami maupun pihak istri tetap berkewarganegaraan asal. Kewarganegaraan mereka masing-masing tetap sama seperti sebelum perkawinan berlangsung[5]. Asas ini muncul akibat adanya emansipasi wanita yang mempersamakan derajatnya dengan laki-laki. Asas ini apabila dilihat dari aspek kepentingan nasional berguna untuk menghindari terjadinya penyelundupan hukum.
Seperti halnya penggunaan dua asas kewarganegaraan dari segi kelahiran, penggunaan asas kesatuan hukum dan persamaan derajat yang berlainan dapat menimbulkan status bipatride dan apatride juga.
Seperti yang telah diuraikan diatas, asas-asas dalam hukum kewarganegaraan baik dalam segi kelahiran maupun segi perkawinan semata-mata bertujuan untuk menentukan siapa yang menjadi warga Negara suatu Negara tanpa terjadinya apathride maupun Bipathridewalau hal ini pasti akan terjadi karena perbedaan politik hukum kewarganegaraan setiap Negara tidak mungkin ada yang sama. Baik apatride maupun Bipatride merupakan hal yang tidak diinginkan oleh setiap Negara. Dengan apatride seseorang tidak akan mendapatkan kejelasan status hukum, sehingga ia tidak mempunyai kejelasan perlindungan hukum. Sedangkan apabila seseorang bipatride ada dua status hukum yang berlaku terhadap orang itu sehingga ada tumpang tindih hak dan kewajiban antara Negara yang satu dengan yang lainnya maupun hak dan kewajiban orang tersebut terhadap negaranya. Namun dalam perkembangan kewarganegaraan ganda (bipatride) ini mengalami pelunakan dengan alasan memberikan perlindungan terhadap orang tersebut yang berkaitan dengan hak asasinya. Perlunakan ini dapat diberikan terhadap anak-anak yang belum dewasa karena membutuhkan perlindungan yang lebih dari suatu Negara. Hal ini berkaitan dengan status anak tersebut terkait dengan orang tuanya yang terikat didalam suatu keluarga yang merupakan suatu kesatuan,sehingga tercapainya kesatuan hukum dalam keluarga termasuk juga status hukum anak tersebut.

B. ASAS KEWARGANEGARAAN GANDA TERBATAS
Seperti yang telah diuraikan diatas bipathride dapat digunakan dengan beberapa pelunakan. Penggunaan bipathride itu secara terbatas tidak secara penuh. Kewarganegaraan ganda ini dapat diberikan kepada anak sebagai pengecualian. Hal ini terkait dengan status hukum anak tersebut agar anak tersebut mendapatkan perlindungan hukum dari Negara yang bersangkutan.
Asas kewarganegaraan ganda terbatas itu sendiri adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur didalam undang-undang ini[6]. Yang dimaksud dengan undang-undang ini ialah Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Indonesia.
Asas kewarganegaraan ganda terbatas ini pada umumnya terjadi karena perkawinan campuran, sehingga melahirkan anak yang mempunyai orang tua yang berbeda kewarganegaraan. Seorang anak merupakan pribadi yang belum cakap untuk menentukan, ia membutuhkan perlindungan lebih. Oleh karena itu Negara wajib menjamin perlindungan itu melaui statusnya sebagai warga Negara sehingga seorang anak dapat mendapatkan status warganegaranya demi perlindungannya walaupun ia telah memperoleh kewarganegaraan dari Negara lain. Hal itu tentu sebatas sampai pada tingkat kedewasaan anak tersebut, karena pada tingkat kedewasaan seorang anak dapat menentukan pilihannya. Pemberian kewarganegaraan ganda terbatas ini berfungsi untuk memudahkan anak tersebut menjalani hidupnya dinegara yang bersangkutan, seperti masalah izin tinggal anak tersebut, Izin tinggal yang diberikan bagi anak-anak Warga Negara Asing hanya berlaku satu tahun. Selain itu diharuskan melapor ke kepolisian, ke berbagai tingkat administrasi dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten sampai ke Kantor Urusan Kependudukan tingkat provinsi. Setiap tahun pengurusan surat-surat ini menghabiskan waktu yang lama dan biaya yang besar. Dengan adanya kewarganegaraan ganda terbatas tidak diperlukan pengurusan izin tinggal ini. Selain itu terkait juga dengan pendidikan anak tersebut, dengan adanya kewarganegaraan ganda terbatas anak tersebut dapat mendapatkan pendidikan di sekolah negeri.

C. PENGGUNAAN KEWARGANEGARAAN GANDA TERBATAS DALAM POLITIK HUKUM KEWARGANEGARAAN INDONESIA
Setelah reformasi terjadi perombakan Undang-Undang Dasar 1945 melalui amandemen. Didalam amandemen perubahan-perubahan terhadap perlindungan hak asasi manusia terlihat sangat sifnifikan sehingga berdampak juga pada perombakan undang-undang tentang kewarganegaraan. Reformasi peraturan perundang-undangan kewarganegaraan bertujuan memberikan perlindungan terhadap warga Negara dengan memposisikan secara tepat didalam kerangka perlindungan HAM tanpa menganggu kedaulatan Negara Republik Indonesia. Maka seperti yang kita lihat sekarang ini, kita telah mereformasi peraturan perundang-undangan tentang kewarganegaraan yang secara resmi dituangkan di dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.

Perubahan-perubahan terhadap isi undang-undang kewarganegaraan itu seperti :
Penghilangan Diskriminasi
Lahirnya UU No.12 Tahun 2006 dilatarbelakangi pertama-tama karena adanya perubahan UUD 1945 yang member tempat yang luas bagi perlindungan HAM yang juga berakibat terjadinya perubahan atas pasal-pasal mengenai hal-hal yang terkait dengan kewarganegaraan dan hak-haknya.
Perubahan Konsep Indonesia Asli
Pada masa lalu terjadi diskriminasi terhadap kelompok tertentu warga Negara dengan adanya pembedaan antara warga Negara asli dan orang asing (tidak asli) berdasarkan ikatan primordial (rasa tau etnis). Pada saat ini berdasar UU No.12 Tahun 2006 dianut konsep “Indonesia Asli” yang berbeda dengan konsep yang lama. Konsep “Indonesia Asli” sebagaimana dituangkan di dalam penjelasannya adalah “orang Indonesia yang menjadi warga Negara sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.” Jadi pembedaan “Indonesia Asli” dan “Indonesia tidak asli” sekarang ini dasarnya bukan perbedaan ras,melainkan status kewarganegaraan yang diperoleh saat lahir.
Kekerabatan yang Parental
UU No.12 Tahun 2006 juga menolak diskriminasi berdasar gender sehingga system kekerabatan yang dianut bukan kekerabatan patrilineal (garis ayah) atau matrilineal (garis ibu) semata-mata melainkan menganut hubungan kekerabatan yang parental ( ayah dan ibu dianggap sama). Atas dasar kekerabatan ini maka kewarganegaraan anak tidak hanya dari ayah melainkan juga dapat didapat dari ibu. Hal inilah yang dapat menyebabkan kewarganegaraan ganda. Untuk menjamin perlindungan terhadap anak tersebut, seorang anak masih ditoleransi untuk mempunyai kewarganegaraan ganda secara terbatas dalam arti dibatasi sampai berusia 18 tahun atau sudah kawin.
Siapapun Boleh Menjadi Warga Negara
Pada saat ini politik hukum kewarganegaraan kita sudah sangat longgar dan member pintu lebar bagi siapapun yang berhak ingin menjadi warga Negara sesuai dengan tuntutan perlindungan HAM sebagai hati nurani global. Dengan demikian, siapapun boleh dan dipermudah untuk menjadi warga Negara Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang juga memudahkan dan member jaminan hukum agar pemerintah tidak mempersulit.
Kewarganegaraan Otomatis
Dengan kewarganegaraan otomatis berarti seseorang dapat menjadi warga Negara dengan sendirinya secara otomatis. Apabila dalam penerapan pewarganegaraan secara otomatis itu menimbulkan kewarganegaraan ganda maka ada toleransi sampai seseorang berusia 18 tahun. Hal ini terkait dengan prinsip bahwa pada dasarnya Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, tetapi agar ada perlindungan HAM dan kebebasan maka bisa saja orang memiliki dua kewarganegaraan,tetapi setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin harus memilih salah satunya.
Politik Hukum yang seperti ini dimaksudkan untuk melindungi hak memilih kewarganegaraan secara bebas sampai yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau dewasa untuk menentukan pilihannya sesuai dengan keinginannya sendiri.
Apabila dikaji dari pasal-pasal didalam UU Nomor 12 Tahun 2006 kewarganegaraan ganda terjadi karena perkawinan campuran dan kelahiran diluar wilayah Republik Indonesia dengan orangtua warga Negara Indonesia. Hal ini terlihat didalam pasal 4 poin c,d,h,l dan pasal 5 UU Nomor 12 tahun 2006.
Pasal 4 Poin c : “Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara Indonesia dengan Ibu warga Negara asing”
Menurut prof.Bagir Manan, kewarganegaraan ayah merupakan dasar utama menentukan kewarganegaraan seorang anak. Anak yang lahir dari suatu perkawinan yang sah akan mengikuti kewarganegaraan ayahnya.[8]
Pasal 4 Poin d : “Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara asing dan ibu warga Negara Indonesia”
Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari prinsip “anak sah mengikuti kewarganegaraan ayah”. Ketentuan ini dapat menyebabkan anak yang bersangkutan memiliki dwikewarganegaraan. Dwi kewarganegaraan terjadi apabila Negara ayah menjalankan asasius sanguinis seperti Indonesia. Anak yang bersangkutan akan sekaligus memiliki kewarganegaraan ayah dan warga Negara Indonesia mengikuti kewarganegaraan ibu (WNI).[9]
Pasal 4 poin h : “Anak yang lahir dluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin”
Apabila Negara dari ibu dari anak tersebut menghendaki anak tersebut sebagai warga negaranya dan Indonesia juga mengakui anak tersebut sebagai warga negaranya karena hubungan dengan ayahnya maka anak tersebut mempunyai kewarganegaraan ganda.
Pasal 4 poin l : “anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara RI dari seorang ayah dan ibu warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari Negara tempat anak tersebut dilahirkan, memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.”
Disini berlaku dua asas :
a.    Asas ius sanguinis. Meskipun lahir diluar wilayah Negara RI, tetapi karena ibu dan bapaknya warga Negara Indonesia anak tersebut adalah warga Negara Indonesia.
b.    Asas Ius Soli. Karena Negara tempat kelahiran menjalankan asas ius soli, anak tersebut adalah warga Negara tempat kelahiran
Ketentuan dari huruf l ini menyebabkan anak memiliki kewarganegaraan ganda.[10]
Pasal 5 ayat (1) : “ Anak warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia”
Ayat ini mengatur pengakuan anak tidak sah oleh ayah biologis warga Negara asing, menurut ketentuan ini, anak tersebut tetap berkewarganegaraan Indonesia (mengikuti ibu). Apakah anak tersebut akan memiliki kewarganegaraan ganda. Hal ini tergantung pada hukum Negara ayah yang mengakui. Kalau hukum Negara ayah yang mengakui menentukan anak yang diakui adalah warga Negara, maka anak tersebut akan memiliki kewarganegaraan ganda. Kalau tidak, anak tersebut tetap hanya warga Negara Indonesia (mengikuti ibu).[11]
Pasal 5 ayat (2) : “Anakl warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga Negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia.”
Ketentuan ayat (2) secara normative serupa dengan ayat (1).
Berdasarkan pasal-pasal diatas kewarganegaraan ganda dapat saja terjadi, tetapi hal itu dibatasi hanya sampai pada umur 18 tahun atau sudah kawin. Hal ini ditegaskan didalam pasal 6 UU Nomor 12 tahun 2006 yang menyatakan :
Ayat (1) : “Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya”
Ayat (2) : “Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan”
Ayat (3) : “Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin”.
Menurut Prof. Bagir Manan, terdapat permasalahan pada pasal 6 ini. Bagaimana apabila anak (orang) tersebut tidak melaksanakan kewajiban tersebut? Undang-undang ini sama sekali tidak mengatur akibat tidak melaksanakan kewajiban yang diharuskan pasal 6. Hal ini semestinya ditentukan. Menurut beliau, ada dua pilihan, pertama ; dianggap memilih kewarganegaraan Indonesia. Kedua ; dianggap memilih kewarganegaraan asing. Dua pilihan tersebut sama-sama mengandung persoalan hukum. Terhadap pilihan pertama, apakah anggapan secara hukum, anak (orang) tersebut memilih kewarganegaraan Indonesia,mengikat Negara kewarganegaraan rangkap anak(orang) tersebut? Hal ini akan tergantung kepada hukum kewarganegraan Negara yang bersangkutan, atau atas dasar perjanjian bilateral antara Indonesia dan Negara yang bersangkutan. Salah satu resiko yaitu menyangkut hak dan kewajiban terhadap Negara yang tidak “mengakui” pelepasan secara sepihak tersebut. Pilihan kedua juga mengandung persoalan hukum. Pertama hal tersebut bertentangan dengan kewajiban melindungi warga Negara dan prinsip tidak member kemudahan melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Kedua; hukum dan sikap Negara terhadap kewarganegaraan ganda anak(orang) tersebut.[12]
Jadi dalam perkembangan politik hukum kewarganegaraan Indonesia kewarganegaraan ganda diakui secara terbatas sampai dengan umur 18 tahun atau sudah kawin. Hal ini dipergunakan dalam rangka memberikan perlindungan kepada anak yang belum dewasa. Namun perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai batasan penggunaan kewarganegaraan ganda terbatas ini karena didalam Undang-Undang tidak mengatur akibat dari keadaan yang memungkinkan seseorang tidak memilih salah satu kewarganegaraannya dalam hal orang tersebut memiliki status kewarganegaraan ganda terbatas.


0 komentar:

Posting Komentar